ARTIKEL

Jumat, 28 Maret 2008

HANYA UNTUK PRIA

Penis Besar, Siapa Butuh?

Gara-gara mengupayakan penis hesar, pekan lalu seorang korban jatuh terkapar dan meninggal hanya setengah jam setelah alat vitalnya disuntik.

Seberapa pentingkah ukuran alat vital dengan tingkat kepuasan seksual?

Meski tidak ada data resmi, kasus kematian akibat praktik suntik memperbesar penis oleh orang yang bukan ahlinya, jumlahnya cenderung mengalami peningkatan.

Terlepas dari masalah kriminal, peristiwa tersebut kembali mengingatkan betapa sulitnya menyadarkan masyarakat akan beragam mitos seks yang salah. Satu di antaranya yang benar-benar sudah mengakar, adalah mengukur tingkat kepuasan seksual dari besar kecilnya ukuran alat vital.

Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And. FAACS, pakar andrologi dan seksologi dari Universitas Udayana, Denpasar, menilai peristiwa ini hanya gambaran puncak gunung es dari kenyataan sebenarnya. Ia menyatakan, banyak pria sudah menjadi korban iklan bohong yang menjanjikan penambahan ukuran penis. Ternyata mereka disuntik dengan bahan tertentu, antara lain silikon cair. Lebih konyol lagi, pemasang iklan dan sekaligus penyuntik bukanlah orang yang berkompeten, tidak punya latar belakang medis sama sekali.

"Sudah banyak korban yang datang dan saya telah sering menyampaikan, baik melalui tulisan maupun edukasi kepada masyarakat. Saya menerima banvak pria dengan penis rusak dan infeksi setelah menerima suntikan gila itu. Kasus yang meninggal itu, boleh jadi hanya yang terekspos. Saya yakin ada yang meninggal, tetapi tidak terekspos," sebutnya.

Iklan Bohong

Menurut Prof. Wimpie, terulangnya peristiwa ini karena banyak anggota masyarakat pura-pura tidak peduli atau memang tidak tahu jika mitos tentang ukuran penis itu salah. Tawaran iklan di berbagai tempat ditanggapi serius sebagai sebuah kebenaran, meski korban sudah berjatuhan.

“Yang benar, ukuran penis besar atau normal tidak menentukan kepuasan seksual wanita,” katanya. Prof Wimpie berpendapat, iklan bohong seperti itu seharusnya ditindak. Polisi dapat bertindak tanpa harus menunggu laporan korban akan sampai ada korban mati. Iklan bohong yang tidak ilmiah, apalagi yang melakukan tidak punya kompetensi menggunakan jarum suntik, bisa menjadi dasar tindakan bagi polisi.

“Iklan bohong seperti itu seharusnya dilarang dan pemasangnya ditindak secara hukum karena termasuk penipuan. Lebih lanjut, seharusnya media yang memuat iklan bohong juga ditindak. Atau memang dibiarkan saja agar semakin banyak pria yang tertipu dan mati konyol?” tanyanya.

Selama ini di dunia kedokteran memang dikenal pengobatan secara suntikan intrakavernosa (langsung ke dalam pembuluh darah penis). Pengobatan ini memang benar secara ilmiah, dengan menggunakan bahan tertentu. Yang pasti, tujuannya bukan untuk menambah ukuran penis, ujarnya.

PENIS BESAR SIAPA BUTUH?

Seperti tak perlu diperdebatkan lagi, semua orang secara mudah akan menggambarkan fantasi seksnya dengan ukuran yang relatif sama. Pria melihat perempuan dalam fantasinya adalah berdada besar, pinggang ramping, pinggul bulat. Sebaliknya, wanita memandang pria berdada bidang, tangan kekar, berotot, dan sebagainya. Meski tidak semua setuju, pandangan ini terbentuk dalam setiap benak setiap orang secara turun-temurun hingga lahirnya kebudayaan.

Demikian juga halnya dengan ukuran penis dikaitkan dengan tingkat kepuasan pasangan. Orang seringkali terjebak dalam fantasi semata tanpa mempertimbangkan logika. Padahal, kepuasan seksual bukan diukur dari besar tidaknya ukuran alat vital, terutama bagi pria. Penis bukanlah segalanya dalam mencapai maupun memuaskan kepuasan seksual.

Memang secara etnografis (suku atau ras), ukuran penis berbeda. Orang Asia (termasuk Indonesia) rata-rata panjang penis 10,2 cm hingga 14 cm dan diameter 3,2 cm. Ras kaukasia (orang Eropa) memiliki panjang penis 12,7 — 15,2 cm dengan diameter 3,8 cm, sedangkan orang Afrika atau negro 15,9 — 20,3cm dan diameter 5,1 cm. Namun, kenyataan itu bukanlah alasan untuk berasumsi bahwa semakin besar ukuran penis, semakin besar pula tingkat kepuasan seksualnya.

Seperti tertulis Race Differences in Sexual Behavior, secara kodrat, ukuran vagina masing-masing ras juga disesuaikan dengan ukuran penis pasangannya. Berdasarkan tulisan tersebut, seharusnya laki-laki Asia tetap berpikir positif.

Perempuan lebih merasa terpuaskan tidak melalui penis besar, tetapi lebih pada sentuhan dan ciuman. Dalam sebuah survei di Amerika disebutkan, perempuan lebih menginginkan kejujuran, kesetiaan, kedekatan, dukungan, pengertian, dan cinta dari pasangannya.

Jadi, siapa yang butuh penis besar sebenarnya? Jangan-jangan pria itu sendiri yang ingin memuaskan fantasi konyolnya.

SEBAIKNYA ANDA TAHU

Berikut beberapa hal yang sebaiknya Anda tahu dan pahami, sebelum terjebak “kampanye” beragam iklan di media massa menyangkut keinginan untuk memperbesar alat vital.

* Memiliki penis besar mungkin menjadi keberuntungan. Sebaliknya, memperbesar alat vital jelas sebuah kebodohan. Sebab, penis besar tidak berhubungan langsung dengan tingkat kepuasan seksual pasangan.

* Kenyataan jika sebagian pria ingin memperbesar ukuran alat vital memang ada, tetapi Anda jangan terjebak di dalamnya, tetapi Anda jangan terjebak di dalamnya. Bagaimana pun, tingkat kepuasan pasangan lebih banyak ditentukan oleh seberapa pintar Anda memaksimalkan foreplay melalui sentuhan dan ciuman.

* Meski belum ada survei resmi tentang ukuran penis, ukuran penis dinilai tidak signifikan dengan kepuasan pasangan maupun bisa tidaknya pasangan mendapatkan keturunan.

* Secara medis, sejauh ini belum ada obat atau teknik yang teruji secara ilmiah dan aman untuk memperbesar alat vital. Di dunia kedokteran memang dikenal pengobatan secara suntik intrakavernosa (langsung ke dalam pembuluh darah penis). Pengobatan ini memang benar secara ilmiah, dengan menggunakan bahan tertentu. Namun, pasti bukan untuk menambah ukuran penis.

* Perempuan atau pasangan Anda ternyata lebih menginginkan kejujuran, kesetiaan, kedekatan, dukungan, pengertian, dan cinta.

* Sebaiknya kenali pasangan Anda lebih dekat dan komunikasikan hal apa saja yang membuatnya terpuaskan dalam kehidupan seksual. Jangan pernah ragu untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang kesehatan. Tujuannya, agar Anda tidak termasuk mereka yang termakan kampanye iklan maupun teknik memperbesar alat vital, sekaligus menjamin Anda terhindar dari daftar korban suntik penis berikutnya. ****Sumber: Senior

Selasa, 25 Maret 2008

7 RAHASIA TETAP AWET MUDA

7 Rahasia Tetap Awet Muda
Banyak orang yang mengeluhkan keadaan kulit dan wajah mereka yang tampak lebih tua daripada umur sebenarnya. Untuk mengatasi masalah ini, ada 7 rahasia agar Anda tetap tampak awet muda:
1.Selalu merasa bahagia
Merasa bahagia adalah salah satu kunci utama agar tetap ter
lihat awet muda. Dalam setiap kegiatan, usahakan agar apa yang Anda lakukan sesuai dengan apa yang Anda inginkan. Hindari stres, perasaan bersalah dan tertekan karena paksaan orang lain. Ingat, apa yang Anda rasakan akan tercermin pada wajah Anda. Jadi, orang yang sedang bahagia, wajahnya akan terlihat berseri-seri, santai dan lebih muda daripada usia sebenarnya.
2.Banyak bergerak
Berolahraga adalah cara agar awet muda. Lakukan joging, jalan cepat, bersepeda maupun berenang sekitar 30 menit setiap hari. Dengan olahraga, risiko terkena serangan jantung, osteoporosis, dan kanker pun akan mengecil. Olahraga teratur dapat menambah fleksibilitas otot, memperkuat tulang, serta mengurangi stres, karena sel-sel tubuh mendapat lebih banyak oksigen. Tidur Anda pun akan nyenyak.
3.Konsumsi vitamin C
Vitamin C bisa Anda peroleh dari buah-buahan segar (terutama jeruk), sayur-mayur berwarna hijau (brokoli dan lain-lain) atau suplemen vitamin C sebanyak 1000 mg perhari. Vitamin C terbukti bisa meningkatkan daya tahan tubuh, mengurangi risiko terkena kanker dan melindungi tubuh dari efek yang ditimbulkan oleh polusi. Di samping itu, perbanyak minum air putih. Meminum air putih 8 gelas per hari akan mengurangi stres, menjaga kesegaran kulit, serta memperlancar kerja organ tubuh.
4.Gunakan pelindung UV
Matahari adalah salah satu faktor utama penyebab penuaan dini. Oleh karena itu, gunakan selalu lotion pelembab secara teratur setiap hari, khususnya bila akan bepergian, agar kulit tetap segar, lembab dan tidak terbakar sinar matahari, terutama sinar ultra violet (UV).
5.Istirahat cukup
Manusia butuh sekurang-kurangnya 8 jam setiap hari untuk tidur. Istirahat cukup bermanfaat untuk menghindari terbentuknya kantung mata, kulit keriput dan wajah kusam.
6.Perhatikan penampilan
Penampilan dan tata rias wajah juga memegang peranan penting. Meski usia terus bertambah, tetap perhatikan jenis kosmetik yang Anda pakai. Gunakan make-up tipis untuk kesan natural dengan tetap memperhatikan kondisi dan jenis kulit Anda.
7.Optimis
Orang yang pesimis selalu tidak percaya diri, gampang putus asa, dan tak pernah memperhatikan penampilan, yang bisa berakibat depresi. Jadi, berusahalah menjadi orang yang optimis dalam segala hal, sebab ini akan membuat hidup Anda akan lebih sehat dan bahagia. (Tabloid Nova)

Senin, 24 Maret 2008

Artikel kesehatan : TBC PADA ANAK

AYO TANGKAL TBC
Jika tak diobati secara tuntas, bakteri TBC tak cuma betah bersarang di paru-paru. Organ-organ vital tubuh seperti otak, usus, ginjal dan tulang, menjadi sasaran penyebaran yang akan berakhir dengan kerusakan.
"Setiap tahun ada sekitar 500.000 penderita TBC baru di Indonesia. Dari jumlah itu, 425 penderita meninggal setiap harinya," demikian diungkapkan Fajar Arif Budiman dari Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS). Tak heran, jika data tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan penderita TBC tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan Cina. "Tingginya populasi penderita penyakit ini selain karena faktor gizi yang buruk, juga rendahnya kesadaran masyarakat untuk berobat. Padahal, pemerintah sudah menyediakan pengobatan gratis bagi para penderita."
Fajar menyangkal bila penyakit yang awalnya menyerang paru-paru ini dikatakan hanya dialami kalangan miskin. Pendapat tersebut diiyakan oleh dr. H.M. Vinci Gazali, Sp.A. Menurutnya, angka penderita TBC akan meningkat seiring dengan melemahnya kondisi ekonomi negara. Di Indonesia, contohnya, jumlah penderita meningkat ketika negara dihantam krisis moneter.
Jumlah penderita TBC juga cenderung meningkat seiring makin banyaknya pengidap HIV/AIDS. Lo, kenapa begitu? Dokter anak dari RS MMC, Kuningan, Jakarta ini menjelaskan, bakteri TBC hanya bisa ditangkal sel-sel darah putih. Karenanya, jika ada kerusakan sel darah putih atau jumlah sel darah putih dalam tubuh kurang, apa pun penyebabnya, maka yang bersangkutan berisiko tinggi terkena TBC. "Minimnya jumlah sel darah putih seperti pada penderita HIV/AIDS membuat sistem pertahanan tubuh tidak optimal hingga mudah diserang oleh bakteri TBC."
Gejala utama TBC pada anak umumnya hanya berupa demam ringan namun berlangsung lama. Sedikit kenaikan suhu tubuh yang tak kunjung reda dijelaskan oleh Vinci, "TBC merupakan infeksi kronis. Tubuh akan bereaksi terhadap bakteri-bakteri yang sudah masuk ke dalam tubuh dengan meningkatkan metabolisme. Nah, meningkatnya metabolisme inilah yang secara otimatis menaikkan suhu tubuh."
Ciri lain, berat badan anak biasanya tak bertambah. Ini karena kalori yang dipakai untuk menaikkan berat badan dipakai untuk melawan bakteri TBC. Disamping itu, penderita pun umumnya malas makan sehingga makin menghambat pertambahan berat badannya. Anak pun terlihat rewel, gelisah, lesu, dan mudah berkeringat. Berdasarkan gejala-gejala tersebut, dokter akan melakukan serangkaian tes untuk menentukan apakah anak terkena TBC atau tidak.
MENULAR LEWAT UDARA
TBC sendiri merupakan penyakit yang disebabkan bakteri mycobacterium tuberculosis. Masa inkubasinya berbeda dari penyakit lain. Pada penyakit lain, inkubasi diartikan sebagai tenggang waktu antara mulai masuknya bibit penyakit sampai munculnya gejala seperti demam. Sedangkan pada TBC, masa inkubasi dihitung dari masuknya kuman hingga timbulnya pembesaran getah bening di dalam paru-paru yang kadang tidak memperlihatkan gejala. Masa inkubasi ini rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu. Di saat itulah dokter sudah bisa mengatakan si kecil telah positif mengidap TBC. Setelah masa inkubasi barulah timbul gejala.
Menurut Vinci, anak umumnya mengidap TBC lantaran tertular orang dewasa. Pada orang dewasa, bakteri penyebab TBC masuk ke paru-paru kemudian menyerang dinding saluran napas dengan membentuk rongga yang berisi nanah dan bakteri TBC. Nah, setiap kali yang bersangkutan batuk, bakteri TBC yang berukuran kurang dari 10 mikron ikut terlontar keluar dan melayang-layang di udara. Kalau anak yang sehat menghirup udara yang kebetulan mengandung bakteri TBC, maka ia berkemungkinan terkena.
Namun pada anak-anak, bakteri yang ikut masuk tadi hanya menyerang jaringan paru-paru. Jadi, tidak sampai menyerang dinding saluran napas/bronchus. Itulah sebabnya, anak yang menderita TBC umumnya tidak memperlihatkan gejala batuk. Karena tidak pernah batuk, bakteri jadi tidak pernah keluar dan anak tidak akan pernah menularkan penyakitnya kepada orang lain. Fase ini dinamakan sebagai TBC tertutup.
Meski begitu, pada anak-anak dengan status gizi sangat buruk, bakteri TBC bisa saja menyerang saluran bronchusnya hingga menimbulkan rongga bernanah berisi bakteri TBC seperti layaknya TBC pada orang dewasa. Anak akan sering terbatuk dan ikut keluarlah nanah dan bakteri yang bercokol di tubuhnya. TBC anak yang seperti ini bersifat menular dan fasenya bukan tertutup lagi, melainkan sudah terbuka.
Hal yang perlu diwaspadai dari penyakit ini adalah terjadinya komplikasi. Komplikasi terjadi karena bakteri yang masuk ke paru-paru tidak bisa dilawan oleh sel darah putih. Akibatnya, bakteri tersebut masuk ke aliran darah dan menyerang organ-organ vital seperti tulang, sendi panggul, otak, dan lain-lain. Hal ini umumnya terjadi pada anak yang belum mendapat vaksinasi BCG atau bisa juga karena ibu menderita TBC di masa hamil dan kemudian menularkannya pada bayi melalui ASI. Risiko tertular makin besar bila si anak memiliki kondisi gizi buruk.
TES UNTUK MENDETEKSI
Vinci menjelaskan, tidak mudah untuk memvonis seorang anak mengidap TBC. Dibutuhkan serangkaian tes dan konsultasi langsung dengan keluarga untuk menemukan jawaban pastinya:
1. TES RONTGEN
Tes ini untuk mengetahui ada tidaknya flek paru pada anak. Sayangnya hasil foto rontgen tak bisa dijadikan patokan mutlak. Sebab, flek paru pada anak untuk menentukan sebuah penyakit tidaklah khas. Artinya, flek yang disebabkan oleh TBC dan asma, contohnya, relatif sama. Ini berbeda dengan orang dewasa, foto flek paru akibat TBC pada orang dewasa umumnya sedikit berawan pada bagian atas, sedangkan pada penderita asma berawan pada bagian bawah.
Selain itu, anak yang tidak ada flek parunya saat di-rontgen bukan berarti bebas dari TBC. Bisa saja dia tidak terkena TBC paru, tapi TBC tulang hingga hasilnya tidak tampak. Pemeriksaan rontgen ini tentu saja mesti diikuti tes lainnya.
2. TES MANTOUX
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kadar sel darah putih (leukosit) pada anak. Jika jumlah sel leukosit menunjukkan peningkatan tajam melebihi standar normal (>10 milimeter), ada kemungkinan yang bersangkutan menderita TBC. Meningkatnya sel darah putih ini berguna untuk melawan bakteri TBC. Pemeriksaan ini umumnya dilanjutkan dengan screening untuk menentukan apakah ia positif terkena TBC atau tidak. Pemeriksaan ini juga mesti dilakukan hati-hati, karena bukan berarti anak yang jumlah leukositnya rendah negatif pastilah TBC. Mungkin saja si anak berstatus gizi sangat buruk, hingga tubuhnya tidak bisa memproduksi sel darah putih, alias kekebalan tubuhnya terganggu.
3. TES DARAH
Ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana laju endap darahnya. Selain bisa juga ditemukan adanya antibodi TBC. Jika laju endap darahnya kurang baik dan ditemukan antibodi TBC, besar kemungkinan si kecil terkena TBC.
4. WAWANCARA
Untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit anak, wawancara mesti dilakukan secara detail. Beberapa yang hal yang biasanya ditanyakan antara lain lamanya demam, siapa saja anggota keluarga yang berpotensi kemungkinan menularkan penyakit, adakah keluarga yang mengidap TBC. Semua pertanyaan itu sangat penting untuk menegakkan diagnosa TBC pada anak.
OBATI DENGAN TUNTAS
Jika anak positif terkena TBC, dokter akan memberikan obat antibiotika khusus TBC yang harus diminum dalam jangka panjang yang berlangsung minimal 6 bulan. Lamanya pengobatan tidak bisa diperpendek karena bakteri TBC tergolong sulit mati dan sebagian ada yang "tidur". Dengan pengobatan jangka panjang, diharapkan bakteri yang "tidur" itu bisa dihabisi begitu terbangun. Sedangkan sisa bakteri akan hancur sendiri oleh adanya kekebalan tubuh. Lagi pula jika dosis obat untuk enam bulan lalu dipersingkat dan dipadatkan menjadi satu bulan, penderita bisa keracunan.
Jenis obat yang biasa diberikan di antaranya rifampisin atau pirazinamide. Jangka waktu pengobatan bisa bertambah jika penyakitnya cukup berat. Bahkan bukan tidak mungkin akan dilanjutkan dengan obat-obat suntikan untuk TBC yang mesti diberikan setiap hari dengan dosis tertentu. Untuk kasus TBC berat, penderita pun kadang harus menjalani rawat inap.
Setelah sembuh, penderita TBC biasanya diharuskan menjalani evaluasi guna melihat reaksi obat dan tingkat kesembuhan pasien. Caranya, mengamati pertambahan berat badan dan gejala-gejala lain yang menyertai TBC. Meski terlihat sembuh, si kecil tetap harus menghabiskan obat yang ada. Dengan cara itu, semua bakteri TBC bisa dihancurkan.
MACAM-MACAM TBC
Penyakit TBC bisa menimbulkan komplikasi, yaitu menyerang beberapa organ vital tubuh, di antaranya:
1. TULANG
TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di paru-paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga bakteri TBC langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru. Waktu yang dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang bervariasi. Ada yang singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahun-tahun. Bakteri TBC biasanya akan berkembang biak dengan pesat saat kondisi tubuh sedang lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat. Saat itu kekebalan tubuhnya menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya.
Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul, panggul dan tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring ke kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak pun membuat penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil, kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong karena sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup.
2. USUS
Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita mengonsumsi makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering muntah akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna. Mendiagnosis TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama dengan penyakit lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas bakteri itu merusak usus. Demikian juga dengan pengobatannya. Jika ada bagian usus yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu lalu menyambungnya dengan bagian usus lain.
3. OTAK
Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan orang yang terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan kesadaran, kejang-kejang, juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau sampai menyerang selaput otak, penderita harus menjalani perawatan yang lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita tidak bisa kembali ke kondisi normal.
4. GINJAL
Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses pembuangan racun tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara lain mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan sejenisnya. Gagal ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan pengobatan yang tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan. Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok ginjal.
CEGAH DENGAN PERTAHANAN TUBUH
Seperti disinggung di atas, siapa saja bisa terjangkit penyakit ini, apalagi Indonesia merupakan daerah endemik. Kita tidak bisa menghindar, yang bisa dilakukan adalah mencegah supaya tidak tertular. Karena penularan penyakit ini ada kaitannya dengan daya tahan tubuh, maka hal yang mesti dilakukan adalah meningkatkan daya tahan tubuh. Berikut beberapa aktivitas yang bisa dilakukan:
* Konsumsi makanan bergizi
Dengan asupan makanan bergizi, daya tahan tubuh akan meningkat. Produksi leukosit pun tidak akan mengalami gangguan, hingga siap melawan bakteri TBC yang kemungkinan terhirup. Selain itu, konsumsi makanan bergizi juga menghindarkan terjadinya komplikasi berat akibat TBC.
* Vaksinasi
Dengan vaksinasi BCG yang benar dan di usia yang tepat, sel-sel darah putih menjadi cukup matang dan memiliki kemampuan melawan bakteri TBC. Meski begitu, vaksinasi ini tidak menjamin penderita bebas sama sekali dari penyakit TBC, khususnya TBC paru. Hanya saja kuman TBC yang masuk ke paru-paru tidak akan berkembang dan menimbulkan komplikasi. Bakteri juga tidak bisa menembus aliran darah dan komplikasi pun bisa dihindarkan. Dengan kata lain, karena sudah divaksin BCG, anak hanya menderita TBC ringan.
* Lingkungan
Lingkungan yang kumuh dan padat akan membuat penularan TBC berlangsung cepat. Itulah mengapa upayakan lingkungan yang sehat dan jaga kebersihan makanan dan minuman. Istirahat dan berolahragalah yang cukup agar daya tahan tubuh meningkat. Lewat cara itu, semoga kita semua terbebas dari penyakit yang diperingati setiap 24 Maret ini.
Saeful Imam. Ilustrator: Pugoeh
TBC pada Anak tanpa Gejala Khas
Tuberkulosis atau lebih dikenal dengan Tb atau TBC disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang bersumber pada penderita TBC dan Mycobacterium bovis yang terdapat pada susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Kedua tipe kuman ini dapat menimbulkan penyakit TBC pada manusia dengan daya tahan tubuh yang lemah.
Penularan pada anak biasanya dari orang dewasa yang mempunyai kontak erat dengan anak tersebut. Penularan terjadi melalui droplet (butir-butir air di udara). Selain itu dapat juga tertular melalui luka di kulit dan minum susu sapi yang tidak dipasteurisasi.
Kuman TBC yang masuk ke dalam tubuh manusia tidaklah selalu menimbulkan penyakit TBC, karena di dalam tubuh kita memiliki sistem pertahanan tubuh yang dapat mencegah timbulnya penyakit ini. Masalahnya, terkadang ada kalanya daya tahan tubuh kita mengalami kelemahan, misalnya karena penyakit lain yang sedang diderita atau karena gizi yang buruk. Pada keadaan seperti inilah, ketika kuman TBC masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang cukup banyak dapat menimbulkan infeksi.
Bagian tubuh yang paling sering diserang adalah jaringan paru-paru, selain itu bisa juga jaringan usus, kulit, hidung, tonsil (amandel), telinga, selaput otak, tulang dan sebaginya. Paru paling sering diserang karena penularan paling sering terjadi melalui udara.
Gejala
Diagnosis pasti TBC anak sulit, karena penemuan kuman Micobacterium TBC (M.TBC) pada anak tidak mudah. Cara-cara lain untuk pemeriksaan laboratorium darah secara bakteriologis atau serologis masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat dipakai secara praktis-klinis. Karena kesulitan diagnosis tersebut sering terjadi overdiagnosis atau underdiagnosis.
Overdiagnosis artinya diagnosis TBC yang diberikan pada anak oleh dokter terlalu berlebihan atau terlalu cepat mendiagnosis dengan data yang minimal walaupun anak belum tentu menderita TBC. Underdiagnosis artinya penegakan diagnosis TBC terlambat karena kemiripan gejala TBC dengan penyakit lainnya.
Apabila terjadi overdiagnosis TBC pada anak terdapat konsekuensi yang tidak ringan dihadapi anak, karena anak harus mengonsumsi 2 atau 3 obat sekaligus minimal 6 bulan. Bahkan kadangkala diberikan lebih lama apabila dokter menemukan tidak ada perbaikan klinis. Padahal obat TBC dalam jangka waktu lama beresiko mengganggu fungsi hati, persyarafan pendengaran dan organ tubuh lainnya.
Seringkali orang tua heran saat anaknya divonis dokter mengidap penyakit TBC, padahal tidak ada seorangpun di rumah yang mengalami penyakit TBC. Overdiagnosis dan overtreatment pada anak dengan gejala alergi sering terjadi karena keluhan alergi dan TBC hampir sama, sementara mendiagnosis penyakit TBC tidaklah mudah.
Diagnosis Tuberkulosis anak menurut Pertemuan Dokter Anak Pulmunologi tahun 1992 harus dengan pengamatan saksama tentang adanya; gejala klinis, kontak erat serumah penderita TBC (dipastikan dengan dengan pemeriksaan dahak positif), pemeriksaan yang harus dilakukan adalah foto polos dada (roentgen), tes mantouxt (positif : > 15mm bila sudah BCG, Positif > 10 mm bila belum BCG).
Sering terjadi hanya dengan melakukan pemeriksaan satu jenis pemeriksaan saja, anak sudah divonis dengan penyakit TBC. Seharusnya pemeriksaan harus dilakukan secara lengkap dan teliti seperti di atas karena sulitnya mendiagnosis TBC pada anak dan kosekuensi lamanya pengobatan, maka bila meragukan lebih baik dikonsultasikan atau dikonfirmasikan ke Dokter Spesialis Paru Anak (Pulmonologi Anak).
Penyakit TBC pada anak tidak mempunyai gejala yang khas, bahkan sering tanpa gejala dan baru diketahui adanya kelainan dengan pemeriksaan foto rontgen paru. Namun ada gejala yang sering ditemukan pada anak penderita TBC, di antaranya:
Demam. Biasanya merupakan gejala awal, timbul pada sore dan malam hari disertai keringat dan kemudian mereda. Demam dapat berulang beberapa waktu kemudian.
Lemah dan Lesu (malaise). Gejala ini ditandai dengan rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan bertambah kurus atau berat badan tidak naik. Anak akan berpenampilan lesu dan kurang ceria.
Batuk. Batuk baru timbul bila telah terdapat gangguan di paru, awalnya dapat berupa batuk kering, lama-kelamaan dapat berupa batuk berlendir. Batuknya tetap bertahan lebih dari dua minggu walau telah mendapat pengobatan atau batuk sering berulang lebih dari tiga kali dalam tiga bulan berturut-turut.
Pembesaran Kelenjar Getah Bening. Kelenjar getah bening yang meruapakan salah satu benteng pertahanan terhadap serangan kuman, dapat membesar bila diserang oleh kuman. Pada penderita TBC dapat ditemui pembesaran kelenjar getah bening di sepanjang leher samping dan di atas tulang selangkangan.
Apabila gejala-gejala tersebut ada dan tidak hilang setelah diobati, sebaiknya waspada akan adanya TBC pada anak, apalagi ada riwayat kontak (hubungan yang erat dan sering) dengan penderita TBC dewasa.
Bila terdapat gejala-gejala yang mencurigakan ke arah TBC, maka segeralah kunjungi dokter untuk memastikan. Biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan tes mantoux (uji tuberkulin) dengan menyuntikkan zat tuberkulin dan dilihat hasilnya dalam waktu dua sampai tiga hari, apakah di daerah suntikan akan timbul benjolan berwarna merah dengan diameter tertentu dan terasa agak gatal. Bila ini ada berarti anak tersebut positif terinfeksi TBC. Apalagi bila didukung oleh hasil foto rontgen paru yang disebut sebagai vlek atau infiltrat.
Pemeriksaan dahak agak sulit dilakukan pada anak dan hasilnya kurang memastikan. Bila dari hasil pemeriksaan badan tes mantoux dan foto rontgen paru mendukung adanya penyakit TBC pada anak, maka anak tersebut harus mendapatkan pengobatan anti TBC.
Pengobatan
Pengobatan TBC memakan waktu lama dan membutuhkan kepatuhan serta kedisiplinan tinggi untuk meminum obat yang telah ditentukan, secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu dan tidak boleh terputus, maksudnya jangan sampai terlewatkan satu hari pun tanpa meminum obat antiTBC.
Biasanya obat yang diberikan paling sedikit dua macam dan pengobatan paling cepat dalam waktu enam bulan. Sebaiknya dilakukan kontrol teratur setiap bulan selama pengobatan untuk menilai perbaikan, respons terhadap obat dan kemungkinan efek samping obat.
Satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam memberantas kuman TBC adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh misalnya istirahat yang cukup, makanan bergizi tinggi dan kebersihan lingkungan.
Pencegahan
Bila ibu atau anggota keluarga yang dekat menderita penyakit TBC, maka imunisasi BCG pada bayi yang baru lahir perlu diberikan segera setelah lahir. Namun bila tidak ada anggota keluarga yang terkena, maka imunisasi BCG dapat diberikan sesuai dengan jadwal pemberian posyandu atau puskesmas, yaitu pada usia dua bulan. Vaksin BCG sebaiknya diberikan sedini mungkin setelah anak lahir. Ini mengingat prevalensi penyakit tuberkulosis di Indonesia masih tinggi dan kekebalan terhadap penyakit itu tidak diturunkan dari ibu karena jenisnya adalah imunitas seluler.
Imunisasi BCG memang tidak menjamin seratus persen terbebas dari kemungkinan tertular penyakit ini, karena daya kekebalan vaksin BCG untuk mencegah TBC hanya 20 persen. Walau demikian imunisasi tetap perlu diberikan karena tetap bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan tertular dan memperingan gejala bila terjangkit penyakit TBC.
Karena manfaat vaksin BCG untuk pencegahan penyakit tuberkulosis pada anak rendah, maka pencegahan utama agar anak tidak terkena TBC adalah jangan kontak dengan penderita TBC dewasa. TBC pada anak tidak lepas hubungannya dengan penyakit TBC pada orang dewasa. Ini karena penularan TBC pada anak berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Dengan demikian pemberantasan TBC pada orang dewasa sangat penting. Pada anak yang menderita TBC tidak bisa menularkan TBC, karena di dalam dahaknya tidak mengandung kuman TBC.
Selain itu faktor lingkungan dan daya tahan tubuh yang baik dapat membantu mencegah terjangkitnya seseorang terhadap penyakit TBC. Sinar matahari yang cukup, sirkulasi udara yang baik akan mencegah pertumbuhan dan bahkan dapat melemahkan kuman TBC. Kuman ini tidak tahan sinar matahari dan ultra violet. Daya tahan tubuh yang baik, gizi yang cukup akan meningkatkan kemampuan badan dalam menangkis serangan kuman TBC.( Kabelan Kunia/ berbagai sumber)***
Waspadai TBC pada Anak
Berdasarkan laporan Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Bandung Jln. Cibadak 214 Bandung, jumlah kunjungan pasien TBC anak meningkat tajam setiap tahunnya.
SAAT duduk di kelas enam SD, Risna Asriyani (16) sering mengeluarkan dahak dari tenggorokannya. Badannya kurus dengan nafsu makan rendah. Berangkat dari rasa ingin tahu ditambah adanya riwayat penyakit paru-paru di keluarga, Sri Handayani (37) membawa anaknya berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Bandung.
Berbagai pemeriksaan akhirnya menunjukkan, putri sulungnya menderita tuberkulosis (TBC). Pengobatan rutin pun dijalankan tuntas selama sembilan bulan sampai gadis kecil itu dinyatakan sembuh.
Saat ini Risna telah duduk di bangku SMA kelas I. Perawakannya berisi dengan nafsu makan yang tinggi. Tak tampak sedikit pun dirinya pernah menderita penyakit paru.
Seperti apa dilakukan pada Risna, sebagian besar diagnosisTBC anak memang didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Itulah sebabnya cukup sulit menemukan penderita tuberkulosis pada anak.
Semua anak yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TBC BTA positif berisiko untuk terinfeksi dan berlanjut menjadi penyakit tuberkulosis. Sebagian bahkan menjadi penyakit lebih serius seperti meningitis dan milier yang dapat menimbulkan kematian.
Pada anak, sulit untuk mengambil sampel kuman TBC dari dahak, bilasan lambung, ataupun biopsi. Oleh karena itu, seorang anak harus dicurigai menderita TBC jika mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TBC positif, terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG, dan terdapat gejala umum TBC.
Gejala umum yang muncul pada anak penderita TBC adalah berat badan turun selama tiga bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik. Si anak juga kehilangan nafsu makan, sering muncul demam tanpa sebab yang jelas disertai keringat pada malam hari.
Selain itu, terjadi pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, dan biasanya multipel di daerah leher, ketiak, dan lipatan paha. Gejala lainnya relatif hampir sama dengan gejala pada orang dewasa, termasuk batuk lebih dari 30 hari dengan hasil rontgen menunjukkan adanya tanda cairan di dada. Tak jarang anak penderita TBC juga mengalami diare berulang yang tidak sembuh dengan obat diare.
Selain gambaran klinis, kepastian ada atau tidaknya kuman TBC pada anak juga dilakukan dengan uji tuberkulin cara Mantoux (penyuntikan intra kutan). Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TBC dan kemungkinan adanya kuman TBC aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin ini dapat menunjukkan negatif pada anak dengan kondisi TBC berat, malnutrisi, dan menderita penyakit sangat berat.
Bila seorang anak memiliki tiga atau lebih gejala klinis, anak tersebut harus dianggap sebagai penderita TBC dan diberikan pengobatan dengan obat antituberkulosis (OAT) sambil observasi selama dua bulan. Bila setelah pengobatan kondisinya menunjukkan perbaikan, diagnosis dapat dipastikan dan OAT diteruskan sampai penderita sembuh.
Adanya gejala kejang, kesadaran menurun, kaku kuduk, dan benjolan di punggung pada anak yang dicurigai TBC, menunjukkan tanda bahaya dan anak itu harus segera dirujuk ke rumah sakit.
Prinsip dasar pengobatan TBC pada anak tidak berbeda dengan pada orang dewasa. Obat-obatan baik pada tahap intensif maupun lanjutan diberikan setiap hari. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Pemantauan kemajuan pengobatan pada anak dapat dilihat antara lain dengan terjadinya perbaikan klinis, naiknya berat badan, dan anak menjadi lebih aktif dibandingkan sebelum pengobatan.
Pengobatan juga dapat dilakukan sebagai langkah pencegahan pada anak dengan kontak erat pada penderita TBC positif. Untuk pengobatan pencegahan dapat diberikan Isoniasid (INH) dengan dosis 5 mg per kg berat badan per hari selama enam bulan. Bila anak itu belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberi BCG setelah selesai pengobatan dengan INH.
Berakibat buruk
Menurut Kepala Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Bandung, dr. Hedy B. Sampurno, keterlambatan pengobatan TBC pada anak dapat berakibat buruk pada perkembangan paru-parunya. Penderita TBC pada anak amat terkait dengan asupan gizi karena anak dengan gizi kurang daya tahan tubuhnya mudah menurun sehingga mudah terinfeksi kuman TBC.
Oleh karena itu, tak heran jika banyaknya temuan kasus gizi buruk berbanding lurus dengan temuan penderita TBC anak. Kondisi tersebut diperparah dengan banyaknya posyandu yang sudah tidak aktif.
Berdasarkan laporan Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Bandung Jln. Cibadak 214 Bandung, jumlah kunjungan pasien TBC anak meningkat tajam setiap tahunnya. Pada tahun 1999 tercatat 441 kunjungan pasien TBC anak, pada 2000 terdapat 732, tahun 2001 mencapai 931, tahun 2002 ada 855, tahun 2003 sejumlah 1.049, tahun 2004 tercatat 1.620 dan tahun 2005 sebanyak 2.585.
Temuan tersebut bisa menjadi gambaran keberhasilan penemuan kasus baru, tapi bisa juga dipandang sebagai fenomena menyeramkan. Banyaknya kunjungan pasien dapat diartikan kesadaran masyarakat akan penyakit ini sudah mulai membaik. Di sisi lain, terjadinya penularan sedemikian besar pada anak-anak bisa menjadi sinyal merah betapa tingginya kasus TBC pada orang dewasa.
Pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dapat direnggut oleh kuman TBC. Oleh karena itu, langkah pencegahan jauh lebih penting dibandingkan harus menjalani perawatan panjang. Perbaikan gizi dan sanitasi lingkungan adalah beberapa langkah yang dapat dijalankan. Mari bersama kita melawan TBC! (Wilda Nurlianti/”PR”)***

Tidak ada komentar: